Laman

Minggu, 24 Juni 2012


Membudayakan Tradisi Pemikiran Islam




Dalam literatur sejarah filsafat dunia, peran dan kedudukan filsafat islam seringkali dimarjinalkan dan direduksi, atau bahkan diabaikan sama sekali. Menurut para sejarawan filsafat seperti Hegel, Coplestone atau Russsel, kalau pun ada merit-nya maka itu pun amat kecil dan insignifikan, sebatas menampung dan melestarikan warisan pemikiran Yunani kuno untuk kemudian meneruskannya kepada orang-orang Barat yang saat itu masih berada di jaman kegelapan, atau sekedar menjadi “jembatan peradaban”.
Pernyataan Syamsuddin Arif diatas bisa memberikan petunjuk bahwa tradisi pemikiran dalam dunia islam sebetulnya eksis dan secara meyakinkan telah memberikan sumbangsih besar pada tradisi filsafat barat. Hanya saja para filsuf barat awal seperti Descartes tidak mengakui keterpengaruhannya dengan sengaja tidak menyebut sumber rujukan pemikiran filsafatinya.
Seperti banyak disebut Descartes dengan jargon filsafatnya yang cukup populer cogito ergosum, banyak terpengaruh atau bahkan hanya sekedar copy-paste dari metode skeptik yang diintrodusir Al-Ghazali. Metode keragu-raguan yang mengantar Descartes disebut sebagai bapak filsuf modern. Kenapa para filsuf barat banyak menyembunyikan sumber-sumber rujukannya. Padahal dalam dunia intelektual menjiplak merupakan perbuatan haram dan pantang diperbuat. Namun begitulah fakta yang terjadi.
Dijaman postmodern para cendekiawan muslim dihadapkan pada tantangan pemikiran global yang secara gencar disebarkan oleh para orientalis dan pemikir barat lainnya. Relativisme yang menjadi jantung postmodern merupakan tantangan terbesar. Bukan hanya menggugat otoritas pemikiran, dekonstruksi tafsir pada konsep-konsep pokok dalam islam pun banyak dilakukan. Walaupun tidak ada larangan berfikir, namun bila tidak mengetahui batas-batas sampai dimana wilayah akal tentu amat riskan.
Konsep kafir misalnya dirombak dengan paham pluralisme yang sering dibungkus dengan wacana toleransi. Jadi tidak ada istilah kafir, dan siapa saja yang menyerahkan diri pada Tuhan dan berbuat baik mereka masuk surga. Padahal konsep pemikiran model seperti ini sama sekali telah mengabaikan dimensi eksoteris islam sendiri. Untuk apakah Nabi Muhammad diutus, jika konstruk pemikiran pluralis seperti itu memang layak diikuti. Ini satu tantangan postmodern yang perlu direspon dengan serius. Sebab nampaknya penyebarannya juga dilakukan oleh beberapa kalangan dengan rapi dan memanfaatkan beragam media. Sudah selayaknya jika para intelektual muslim membongkar kerancuan-kerancuan pemikiran lebih-lebih bagi yang ingin merombak tatanan mapan yang telah eksis.
Tantangan nyata saat ini juga datang dari wilayah moral dan etika. Fenomena korupsi memerlukan rangkaian pemikiran filsafati mendalam dan radikal sekaligus. Karena nampaknya hukum dan sistem hukumnya tidak banyak membantu menuntaskan persoalan korupsi yang hampir membuat kolaps eksistensi kebangsaan kita ini. Persoalan gender juga perlu renungan mendalam. Tidak perlu gegabah untuk sesuatu yang masih samar dan meragukan. Belum ada rumusan atau konsep-konsep meyakinkan secara filosofis yang diambil dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia sendiri.
Kampanye gay dan lesbianisme berkedok intelektual seperti dipromosikan Irshad Manji juga satu persoalan aktual yang membutuhkan respon komprehensif. Dalam sisi teologis, jelas tidak ada tawar menawar lagi. Walaupun para pegiatnya belakangan ini nampaknya berusaha mengaburkannya dengan narasi-narasi psikologi, wacana HAM dan toleransi.
Tugas filsuf muslim saat ini, persis seperti yang dilakukan Al-Ghazali dulu dengan Tahafut al-Falasifah, meneguhkan kebenaran dan membatalkan kebatilan. Gejala keterpukauan sebagian kalangan dan penerimaan tanpa sikap kritis mereka pada tradisi pemikiran barat akhir-akhir ini, merupakan contoh buruk dan akan menyuburkan budaya taqlid yang pada gilirannya akan kembali memarjinalkan tradisi pemikiran islam dalam konteks pergulatan intelektual dunia.(http://filsafat.kompasiana.com/2012/06/23/melanjutkan-tradisi-pemikiran-islam/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar